Jumat, 15 April 2011

Renungan untuk tentang Kerja

DARMA TIGA POHON CEMARA

Di puncak suatu bukit tumbuh tiga anak pohon cemara. Ketiganya mempunyai cita-cita yang tinggi. Demikian awal sebuah dongeng beberapa ratus tahun yang lalu.
Pohon pertama berkata, “Kalau aku sudah besar, aku ingin ditebang lalu dijadikan sebuah peti peyimpanan harta karun. Aku akan berada di istana yang megah. Tugasku nani menyimpan intan, berlian, ukiran emas dan perhiasan yang bagus dan mahal.”
Pohon kedua berkata, “Aku ingin dibuat menjadi kapal, ya sebuah apal pesiar yang besar dan bagus. Kapal itu nanti digunakan oleh para saudagar kaya berlayar ke mancanegara.”
Pohon ketiga berkata, “Cita-citaku berbeda. Aku idak ingin ditebang. Aku tidak ingin dijadikan apa-apa. Aku ingin terus berdiri tegak menjulang tinggi ke langit di atas bukit ini, supaya tiap orang yang memandang aku akan menengadah dengan rasa kagum.”
Begitulah ketiga anak pohon cemara itu tumbuh menjadi pohon yang tinggi dan besar. Lalu pada suatu hari datanglah seseorang tukang kayu menebang pohon pertama. Pohon itu melonjak kegirangan, “Aku akan dijadikan peti harta karun!” tetapi apa yang terjadi? Ternyata pohon itu dibuat menjadi palungan tempat makanan ternak. Pohon ini merasa sangta kecewa. Ia tidak berada di istana, tetapi di sebuah kandang hewan.
Kemudian tukang kau itu menebang pohon kedua. Pohon ini cemas-cemas girang,”Moga-moga aku dibuat jadi kapal pesiar.” Eh, ternyata betul! Pohon itu dibuat kapal. Bukan main girangnya dia. Tetapi tunggu dulu, kapal apa ini? Ini bukan kapal pesiar. Ini kapal nelayan yang sederhana. Pohon ini merasa kecewa. Tiap hari ia mengeluh, “Aku jadi bau ikan!”
Setelah itu tukang kayu tadi naik lagi ke bukit. “Oh, jangan tebang aku”, jerit pohon ketiga. Tetapi jeritannya tidak didengar. Pohon ketiga itupun ditebang. Apa yang diperbuat oleh tukang kayu dengan pohon ini? Pohon ini tidak dijadikan apa-apa. Ternyata ia hanya dijadikan balok yang besar, lalu disimpan di gudang.
Itulah nasib ketiga pohon tadi, pohon pertama yang menjadi palungan di suatu kandang melihat kesibukan yang tidak biasa. Ada seorang ibu muda menginap dan melahirkan di kandang itu. Lalu bayi itu diletakkan di palungan. Pohon pertama itu merasakan sendiri hangatnya bayi itu. Lalu pohon itu melihat sinar sebuah bintang besar menyoroti dirinya. Terdengar pula nyanyian malaikat. Luar biasa. Siapa gerangan bayi ini?
Sekitar tiga puluh tahun kemudian, pohon kedua yang sudah menjadi kapal nelayan juga mendapat pengalaman yang ostimewa. Ketika ia sedang berlabuh di tepi pantai, ia mendengar seorang guru mengajar orang banyak dengan penuh wibawa. Kemudian guru itu dengan dua belas murid-Nya naik ke kapal. Di tengah pelayaran tiba-tiba angin topan bertiup kencang. Kapal itu dihempas oleh ombak tinggi kian kemari. “Pasti aku hancur dan tenggelam,” pikir pohon kedua ini. Tetapi tiba-tiba guru itu berdiri dan berperintah, “Tenang!” Lalu ombak dan angin pun tenang. Luar biasa. Siapa gerangan guru itu?
Beberapa tahun kemudian, pohon ketiga yang disimpan sebagai balok di gudang, tiba-tiba dikeluarkan oleh tukang kayu. “Mau diapakan aku?”, pikir pohon itu. Ternyata balok itu dijadikan sebuah salib besar. Lalu salib itu dipikul oleh seorang lelaki yang kepalanya dipasangi duri sehingga berlumuran darah. Salib itu dipikul selangkah demi selangkah manaiki sebuah bukit. Di atas bukit itu, pohon ketiga itu ditancap. Lalu orang tadi diikat dan dipaku pada pohon itu. Pohon itu merasakan tetesan darah-Nya. Langit menjadi gelap dan mencekam. Lalu semua orang yang lewat bukit itu bertelut di depan pohon ketiga itu. Mereka menengadah ke langit dengan penuh khitmat. Luar biasa. Siapa gerangan orang ini?
Kalau sekarang ketiga pohon itu berkumpul dan saling menceritakan pengalaman, pasti cerita mereka menarik. Mereka bercerita bahwa mula-mula mereka sangat kecewa karena cita-cita tidak terkabul. Tetapi sekarang mereka justru merasa bangga dan bersyukur bahwa cita-cita itu tidak terkabul, sebab apa yang terjadi adalah justru lebih bagus dari cita-cita semula.
Pohon pertama semula ingin menjadi tempat yang berisi harta karun, tetapi kemidian ia malah menjadi tempat yang berisi harta yang jauh lebih bernilai, yaitu bayi Kristus, penjelmaan Allah.
Pohon kedua semula ingin menjadi kapal yang mengangkut saudagar, tetapi kemudian ia malah menjadi kapal yang mengangkut Kristus, Guru yang Agung.
Pohon ketiga semula tidak ingin ditebang supaya orang kagum melihat dia menjulang tinggi di atas bukit. Benar, sekarang ia berdiri di bukit, bukan sekedar sebagai sebatang pohon melainkan sebagai calib lambing karya Kristus, Juruselamat.
Cita-cita ketiga pohon cemara itu telah dimodifikasi atau diubah menjadi jauh lebih bagus dari rencana semula. Perubahan itu mula-mula mengecewakan, tetapi kemudian setelah mereka mengerti kebaikan di belakang itu mereka bersyukur. Sebab ketiga pohon itu terlah berdarma bagi Kristus.
Kita mempunyai cita-cita. Kita berupaya dan bekerja untuk mencapai cita-cita yang diinginkan itu. Tetapi cita-cita iti belum terkabul. Bisa jadi di tengah pengalaman terjadi perubahan dari rancangan semula. Akibatnya kita bisa menjadi kecewa. Tetapi bisa jadi perubahan itu sebetulnya akan mendatangkan kebaikan bagi kita. Bisa jadi Tuhan sedang bekerja mengubah rancangan kita. Sebab Tuhan pun mempunyai rancangan dengan hidup kita masing-masing. Tuhan mempunyai rencana yang indah untuk hari depan kita. Hanya saja kita belum mengetahui dan belum bisa memahami rancangan Tuhan atas diri kita.
Kalau ketiga pohon cemara itu bisa membaca buku Mazmur, mereka akan mengaku sperti kata pemazmur,”Betapa besar pekerjaan-pekerjaan-Mu, ya Tuhan, dan sangat dalamnya rancangan-rancangan-Mu” (Maz. 92:6)

Dikutip dari buku SELAMAT BERKARYA, karangan Dr. Andar Ismail.

Ninda Tane

Tidak ada komentar:

Posting Komentar