Selasa, 31 Agustus 2010

EFEK MORFIN, NALOXON, ASETILKOLIN DAN NOREFINEFRIN TERHADAP ILEUM

EFEK MORFIN, NALOXON, ASETILKOLIN DAN NOREFINEFRIN TERHADAP ILEUM

I. PENDAHULUAN
Seperti otot jantung, lembarn lembaran sel otot polos dihubungkan oleh gap junction, yang berfungsi sebagai titik dengan resistensi rendah sehingga aktibitas listri yang dipicu di sel sel pemacu dapat menyebar ke sel sel otot polos yang ada disekitarnya. Jika ambang tercapai dan potensial aksi terpicu, keseluruhan lembaran otot tersebut akan berlaku seperti sinsitium fungsional, yaitu tereksitasi dan kontraksi sebagai satu kesatuan. Apabila ambang tidak tercapai, aktivitas listrik tetap menyebar keseluruh lapisan tanpa disertai oleh aktivitas kontraktil (Sherwood, 2001).
Fungsi otonom otot polos. Seperti sel otot jantung yang self-excitable, sebagian sel otot polos merupakan pemacu yang tidak memiliki potensial istirahat yang konstan karena potensial membrannya memperlihatkan variasi yang spontan dan berirama. Jenis aktivitas listrik spontan yang paling menonjol pada otot polos pencernaan adalah potensial gelombang lambat, yang disebut irama listrik dasar (Basic Electrical Rhythm, BER) saluran pencernaan (pacesetter potential) (Sherwood, 2001).
Untuk mempercepat pengosongan lambung dan pada saat bersamaan pula mempercepat waktu melewati usus halus, pada keluhan lambung usus fungsional dan pada gangguan pengosongan lambung Parasimpatomimeti jarang digunakan karena efek samping yang cukup besar. Untuk menurunkan motilitas lambung dan usus yang meningkat digunakan senyawa yang menstimulasi reseptor opiate (Ernst, 1991).
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 1997). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price & Wilson, 1994)
II. TUJUAN PERCOBAAN
- Untuk mengetahui efek obat morfin terhadap ileum tikus
- Untuk mengetahui efek obat naloxon terhadap ileum tikus
- Untuk mengetahui efek obat asetilkolin terhadap ileum tikus
- Untuk mengetahui efek obat norefinefrin terhadap ileum tikus

III. PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan efek asetilkolin yang dapat meningkatkan kontraktilitas ileum dengan merangsang persarafan pleksus mienterikus maka dapat dilihat grafik kontraktilitas yang meningkat dari normal pada print out dari organ bath system-power lab.





















IV. TINJAUAN PUSTAKA
Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan(gastrointestinal; gastro berarti “lambung”) ditambah organ organ pencernaan tambahan (aksesori). Organ pencernaan tambahan adalah kelenjar liur, pancreas, eksokrin, dan system empedu, yang terdiri dari hati dan kandung empedu. Organ organ ini terletak diluar dinding saaluran pencernaan dan menyalurkan ekskresi mereka melalui duktus melalui lumen saluran pencernaan. Mereka berasal dari pembentukan kantung kantung saluran pencernaan embrionik dan mempertahankan hubungan mereka dengan saluran pencernaan melaui duktus duktus yang terbentuk (Sherwood, 2001)
Saluran pencernaan (traktus digestivus) pada dasar-nya adalah suatu saluran (tabung) dengan panjang sekitar 30 kaki (9m) yang berjalan melalui bagian tengah tubuh dari mulut ke anus.
Dinding saluran pencernaan memiliki struktur umum yang sama di sebagian besar panjangnya dari esophagus sampai anus. Potongan melintang saluran pencernaan memperlihatkan empat lapisan lapisan itu adalah mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.
Mukosa melapisi permukaan luminal saluran pencernaan. Bagian ini dibagi menjadi tiga lapisan:
 Komponen utama mukosa adalah membran mukosa, suatu lapisan epitel bagian dalam yang berfungsi sebagai bagian protektif serta mengalami modifikasi didaerah daerah tertentu untuk sekresi dan absorbs. Membrane mukosa mengandung sel eksokrin untuk sekresi hormone saluran pencernaan, dan sel epitel yang khusus untuk penyerapan nutrient.
 Lamina propria adalah lapisan tengah jaringan ikat yang tipis tempat epitel melekat. Pembuluh pembuluh darah halus, pembuluh limfe dan serat saraf berjalan melewati lamina propria, dan lapisan ini mengandung gut associated lymphoid tissue (GALT) yang penting dalam pertahanan melawan bakteri usus.
 Mukosa muskularis adalah lapisan otot polos disebelah luar yang terletak disebelah lapisan submukosa.
Submukosa adalah lapisan tebal jaringan ikat yang menyebabkan saluran pencernaan memiliki elastisitas dan distensibilitas. Lapisan ini memiliki pembuluh darah dan limfe yang lebih besar, keduanya bercabang cabang kearah dalam ke lapisan mukosa dan kearah luar ke lapisan otot disekitarnya. Yang terdapat di dalam submukosa adalah jaringan saraf yang dikenal sebagai pleksus submukosa, yang membantu mengontrol aktivitas local masing masing bagian usus.
Muskularis eksterna, lapisan otot polos utama di saluran pencernaan, mengelilingi submukosa. Disebagian besar saluran pencernaan, lapisan ini terdiri dari dua bagian: lapisan sirkuler dalam dan lapisan longitudinal luar. Serat serat lapisan otot polos bagian dalam (berdampingan dengan submukosa) berjalan sirkuler mengelilingi saluran. Kontraksi serat serat sirkuler ini menyebabkan konstriksi atau penurunan garis tengah lumen di titik kontraksi. Kontraksi serat serat dilapisan luar, yang berjalan secara longitudinal disepanjang saluran, menyebabkan saluran memendek. Bersama sama aktivitas kontraktil lapisan otot polos menghasilkan gerakan propulsive dan mencampur. Suatu jaringan saraf lain, pleksus mienterikus terdapat diantara kedua lapisan otot, dan bersama dengan pleksus submukosa membantu aktivitas usus local.
Pembungkus jaringan ikat disebelah luar saluran pencernaan adalah serosa, yang mengeluarkan cairan serosa encer yang melumasi dan mencegah gesekan antara mencampur. Salah satu penyebab hernia, atau menonjolnya suatu organ melalui dinding otot rongga yang mengandung organ tersebut, adalah robekan misentrium. Robekan tersebut memungkinkan sebagian saluran pencernaan terlepas dari perlekatannya dan menonjol melalui dinding abdomen.
Pengaturan system pencernaan bersifat kompleks dan sinergistik.
Motilitas dan sekresi pencernaan diatur secara cermat untuk memaksimalkan pencernaan dan penyerapan makanan yang masuk. Terdapat empat factor yang berperan dalam pengaturan fungsi system pencernaan :
1. fungsi otonom otot polos
2. pleksus saraf intrinsic
3. saraf ekstrinsik
4. hormone saluran pencernaan
Fungsi otonom otot polos. Seperti sel otot jantung yang self-excitable, sebagian sel otot polos merupakan pemacu yang tidak memiliki potensial istirahat yang konstan karena potensial membrannya memperlihatkan variasi yang spontan dan berirama. Jenis aktivitas listrik spontan yang paling menonjol pada otot polos pencernaan adalah potensial gelombang lambat, yang disebut irama listrik dasar (Basic Electrical Rhythm, BER) saluran pencernaan (pacesetter potential).
Gelombang lambat bukan potensial aksi, dan tidak secara langsung menginduksi kontraksi otot; gelombang tersebut bersifat ritmik, berfluktuasi seperti gelombang potensial membrane yang secara berkala membawa membrane mendekati atau menjauhi ambang.
Diyakini osilasi gelombang lambat tersebut diyakini akibat oleh variasi berkala kecepatan pompa Na memindahkan Na keluar dari sel pemacu tersebut. Jika gelombang tersebut mencapai ambang pada puncak puncak depolarisasi, suatu lonjakan potensial aksi akan terpicu, menimbulkan siklus ritmis kontraksi otot yang berulang ulang.
Seperti otot jantung, lembarn lembaran sel otot polos dihubungkan oleh gap junction, yang berfungsi sebagai titik dengan resistensi rendah sehingga aktibitas listri yang dipicu di sel sel pemacu dapat menyebar ke sel sel otot polos yang ada disekitarnya. Jika ambang tercapai dan potensial aksi terpicu, keseluruhan lembaran otot tersebut akan berlaku seperti sinsitium fungsional, yaitu tereksitasi dan kontraksi sebagai satu kesatuan. Apabila ambang tidak tercapai, aktivitas listrik tetap menyebar keseluruh lapisan tanpa disertai oleh aktivitas kontraktil.
Kecepatan aktivitas kontraktil ritmis pencernaan, misalnya peristaltis di lambung, segmentasi di usus halus dan haustrasi di usus besar, bergantung pada kecepatan inheren yang diciptakan oleh sel sel pemacu yang bersangkutan. Intensitas kontraksi bergantung pada jumlah potensial aksi yang terjadi pada saat potensial gelombang lambat mencapai ambang, yang pada gilirannya bergantung pada seberapa lama ambang dipertahankan.
Semakin besar jumlah potensial aksi, semakin besar kosentrasi kalsium sitosol, semakin besar aktivitas jembatan silang dan semakin kuat kontraksi. Dengan demikian tingkat kontraktilitas dapat berkisar dari tonus tingkat rendah sampai gerakan mencampur dan mendorong yang sangat kuat akibat perubahan konsentrasi kalsium sitosol.
Pleksus saraf intrinsic, factor kedua yang mempengaruhi pengaturan fungsi saluran pencernaan adalah pleksus saraf intrinsic. Pleksus saraf adalah jaringan sel sel saraf yang saling berhubungan. Terdapat dua jaringan saraf yang membentuk pleksus di saluran pencernaan pleksus mienterikus yang terletak diantara lapisan otot longitudinal dan lapisan otot sirkular dan pleksus submukosa yang terletak di submukosa.
Saraf ekstrinsik, saraf saraf ekstrinsik adalah saraf yang berasal dari saluran pencernaan dan mempersarafi berbagai organ pencernaan. Saraf otonom mempengaruhi motilitas dan sekresi saluran pencernaan melalui modifikasi aktivitas yang sedang berjalan di pleksus instrinsik, sehingga merubah tingkat sekresi hormone saluran pencernaan, melaui pengaruh langsung terhadap otot polos dan kelenjar.
Hormone pencernaan, factor keempat yang mempengaruhi aktivitas saluran pencernaan adalah control hormone. Didalam mukosa bagian tertentu saluran pencernaan terdapat sel sel kelenjar endokrin yang mengeluarkan hormone hormone kedalam darah jika mendapat rangsangan yang sesuai.(Sherwood,2001)
Lapisan submukosa menyusun lapisan jaringan ikat pada saluran Gastro Intestinal tetapi juga mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfatik besar dan jaringan saraf yang disebut pleksus submukosa. Pleksus ini merupakan pleksus saraf yang padat dan dipersarafi oleh bagian otonom system saraf yang dapat berfungsi sebagai system saraf yang independen- system saraf enteric (Ward, 2007).
Senyawa yang meningkatkan motilitas lambung
Untuk mempercepat pengosongan lambung dan pada saat bersamaan pula mempercepat waktu melewati usus halus, pada keluhan lambung usus fungsional dan pada gangguan pengosongan lambung Parasimpatomimeti jarang digunakan karena efek samping yang cukup besar (Ernst, 1991).
Untuk menurunkan motilitas lambung dan usus yang meningkat digunakan senyawa yang menstimulasi reseptor opiate (Ernst, 1991).
Asetilkolin adalah suatu senyawa ammonium kuartener yang tidak mampu menembus membrane. Walaupun sebagai neutransmiter saraf parasimpatis dan kolinergik, namun dalam terapi zat ini kurang penting karena beragam kerjanya dan sangat cepat diinaktifkan oleh asetilkolinesterase. Aktivitasnya berupa muskarinik dan nikotinik kerjanya pada saluran pencernaan dapat meningkatkan sekresi saliva, memacu sekresi dan gerakan usus (Mycek, 2001)
Fungsi dari usus halus adalah:
Pencernaan karbohidrat, protein dan lemak dengan bantuan enzim enzim pencernaan yang dihasilkan oleh usus halus dan lipase dari pancreas.
Penyerapan dari bahan gizi (asam amino, asam lemak dan glukosa), vitamin yang larut dalam air, mineral dan sebagian besar air (Tan, 2007).
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang membentang dari pilorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar 3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm (Price & Wilson, 1994).Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relative lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25 cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum.. Jejenum terletak di region abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region 3 abdominalis bawah kanan (Price & Wilson, 1994). Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis (Snell, 1997).
HISTOLOGI
Dinding usus halus dibagi kedalam empat lapisan (Sabiston,1995):
1. Tunica Serosa. Tunica serosa atau lapisan peritoneum, tak lengkap di atas duodenum, hampir lengkap di dalam usus halus mesenterica, kekecualian pada 5 sebagian kecil, tempat lembaran visera dan mesenterica peritoneum bersatu pada tepi usus.
2. Tunica Muscularis. Dua selubung otot polos tak bergaris membentuk tunica muscularis usus halus. Ia paling tebal di dalam duodenum dan berkurang tebalnya ke arah distal. Lapisan luarnya stratum longitudinale dan lapisan dalamnya stratum circulare. Yang terakhir membentuk massa dinding usus. Plexus myentericus saraf (Auerbach) dan saluran limfe terletak diantara kedua lapisan otot.
3. Tela Submucosa. Tela submucosa terdiri dari dari jaringan ikat longgar yang terletak diantara tunica muskularis dan lapisan tipis lamina muskularis mukosa, yang terletak di bawah mukosa. Dalam ruangan ini berjalan jalinan pembuluh darah halus dan pembuluh limfe. Di samping itu, di sini ditemukan neuroplexus meissner.
4. Tunica Mucosa. Tunica mucosa usus halus, kecuali pars superior duodenum, tersusun dalam lipatan sirkular tumpang tindih yang berinterdigitasi secara transversa. Masing-masing lipatan ini ditutup dengan tonjolan, villi..
SUPLAI VASKULER
Pada usus halus, arteri mesentericus superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteri seliaka. Arteri ini mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang sebagian atas duodenum adalah arteri pancreotico duodenalis superior, suatu cabang arteri gastroduoodenalis. Sedangkan separoh bawah duodenum diperdarahi oleh arteri pancreoticoduodenalis inferior, suatu cabang arteri mesenterica superior. Pembuluh-pembuluh darah yang memperdarahi jejenum dan ileum ini beranastomosis satu sama lain untuk membentuk serangkaian arkade. Bagian ileum yang terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileocolica. Darah dikembalikan lewat vena messentericus superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta (Price & Wilson, 1994: Snell, 1997)
PERSARAFAN USUS
Saraf-saraf duodenum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (vagus) dari pleksus mesentericus superior dan pleksus coeliacus. Sedangkan saraf untuk jejenum dan ileum berasal dari saraf simpatis dan parasimpatis (nervus vagus) dari pleksus mesentericus superior (Snell, 1997). Rangsangan parasimpatis merangasang aktivitas sekresi dan pergerakan, sedangkan rangsangan simpatis menghambat pergerakan usus. Serabut-serabut sensorik sistem simpatis menghantarkan nyeri, sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa (Price & Wilson, 1994)
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price & Wilson, 1994). Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; sepertiga distal dipersarafi oleh saraf parasimpatis nervus pelvikus. Sedangkan pada kolon descendens dipersarafi serabut-serabut simpatis dari pleksus saraf mesentericus inferior dan saraf parasimpatis nervus pelvikus (Snell, 1997). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan perangsangan parasimpatis mempunyai efek berlawanan (Price& Wilson, 1994).
Isi usus digerakkan oleh peristalsis yang terdiri atas dua jenis gerakan, yaitu segmental dan peristaltik yang diatur oleh sistem saraf autonom dan hormone (Sjamsuhidajat Jong, 2005). Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas, hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal dan suplai kontinu isi lambung (Price& Wilson, 1994).
Usus halus ditandai oleh adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan dan membantu fungsi absorpsi yang merupakan fungsi utamanya:
1. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang dinamakan valvula koniventes (lipatan kerckringi) yang menonjol ke dalam lumen sekitar 3 ampai 10 mm. Lipatan-lipatan ini nyata pada duodenum dan jejenum dan menghilang dekat pertengahan ileum. Adanya lipatan-lipatan ini menyerupai bulu pada radiogram.
2. Vili merupakan tonjolan-tonjolan seperti jari-jari dari mukosa yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta dan terdapat di sepanjang usus halus. Villi panjangnya 0,5 sampai 1 mm (dapat dilihat dengan mata telanjang) dan menyebabkan gambaran mukosa menyerupai beludru.
3. Mikrovili merupakan tonjolan menyerupai jari-jari dengan panjang sekitar 1 μ pada permukaan luar setiap villus. Mikrovilli terlihat dengan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush border pada mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata, maka luas permukaannya hanyalah sekitar 2.00 cm². Valvula koniventes, vili dan mikrovili bersama-sama menambah luas permukaan absorpsi sampai 2 juta cm², yaitu menigkat seribu kali lipat (Price & Wilson, 1994).
Telah ditunjukkan (Vizi et al., 1972a) bahwa seperti polipeptida gastrin (gastrin-
amida octapeptide dari cholecystokinin, caerulein, pentagastrin) mampu melepaskan
asetilkolin dari pleksus Auerbach dalam strip otot longitudinal hamster ileum. Studi kinetika aksi pelepasan asetilkolin-octapeptide amida dari cholecystokinin, yang memiliki semua sifat-sifat biologis dari usus hormon, cholecystokinin-pancreozymin (Ondetti, Rubin, Engel, Pluscec & Sheehan, 1970) dan yang termasuk urutan aktif dari seluruh hormon (Erspamer, 1970), menunjukkan bahwa rilis asetilkolin polipeptida ditingkatkan. Pengamatan serupa dilakukan dengan caerulein. Kegagalan peptida gastrin seperti untuk melepaskan asetilkolin dalam fase awal mereka aksi nikotin, ketika sel-sel ganglion yang depolarized, namun tidak akson (Paton & Perry, 1953), memungkinkan untuk mengasumsikan bahwa tindakan mereka terletak pada nonnicotinic reseptor sel ganglion. Tahap awal ini berlangsung sekitar 2-7 menit. Namun, setelah ini polipeptida gastrin-seperti menjadi efektif, namun persiapan masih tidak menanggapi stimulan nicotinic. Bisa disimpulkan bahwa blok oleh depolarisasi diikuti oleh sebuah blok kompetitif seperti yang dihasilkan oleh hexamethonium (Paton & Perry, 1953).
Namun demikian, hasil kami memberikan bukti pendukung yang kuat untuk tindakan hambat transien nikotin pada parasimpatis ganglion sel-sel yang juga meluas ke obat yang tidak bertindak atas nicotinic reseptor. Mekanisme serupa juga dibahas oleh Trendelenburg (1951; 1966) untuk ganglion servikal superior yang gagal untuk menanggapi stimulan non-nicotinic (Histamin, 5-hydroxytryptamine, angiotensin) ketika terkena nikotin. Namun, ada penjelasan lain mungkin untuk ini; nikotin mungkin dapat menghambat pengaruh zat seperti gastrin, bukan melalui depolarisasi, tetapi oleh beberapa jenis persaingan pada reseptor sensitif terhadap polipeptida gastrin seperti. Kemungkinan ini dikeluarkan oleh eksperimen kami dengan hexamethonium. Ketika pengaruh nikotin pada reseptor nicotinic dihambat oleh hexamethonium, dan depolarisasi itu mungkin juga dicegah (Brown, 1966), peptida ditambahkan setelah nikotin yang efektif (Gambar 4b). Bahkan ada beberapa peningkatan pengaruh mereka pada rilis asetilkolin. Lebih jauh lagi, kenyataan bahwa selama jenis kompetitif blok oleh nikotin amida octapeptide dari cholecystokinin efektif, juga mendukung pandangan ini. (Vizi, 1977).
Traktus gastrointestinal memiliki sistem persarafan sendiri yang disebut sistem saraf enterik. Sistem ini seluruhnya terletak di dinding usus, mulai dari esofagus dan memanjang sampai ke anus. Jumlah neuron pada sistem enterik ini sekitar 100 juta, hampir sama dengan jumlah pada keseluruhan medula spinalis;
Sistem saraf enterik yang sangat berkembang ini bersifat penting, terutama dalam mengatur fungsi pergerakan dan gastrointestinal. Sistem saraf enterik terutama terdiri atas dua pleksus:
(1) pleksus bagian luar yang terletak diantara lapisan otot longitudinala dan sirkular, disebut pleksus mienterikus atau pleksus Auerbach, dan
(2) satu pleksus bagian dalam, disebut pleksus submukosa atau pleksus meissner yang terletak di dalam submukosa.
Pleksus mienterikus terutama mengatur pergerakan gastrointestinal, dan pleksus submukosa terutama mengatur sekresi gastrointestinal dan aliran darah lokal. Selain itu, terdapat serabut-serabut simpatis dan parasimpatis ektrinsik yang berhubungan ke kedua pleksus mienterikus dan submukosa. Walaupun sistem saraf enterik dapat berfungsi dengan sendirinya, tidak bergantung dari saraf-saraf ekstrinsik ini, perangsangan oleh sistem parasimpatis dan simpatis dapat sangat meningkatkan atau menghambat fungsi gastrointestinal lebih lanjut.
Pada ujung-ujung saraf simpatis yang berasal dari epitelium gastrointestinal atau dinding usus dan mengirimkan serabut-serabut aferen ke kedua pleksus sistem enterik, dan
(1) ke ganglia prevertebra dari sistem saraf simpatis,
(2) ke medula spinalis, dan
(3) ke dalam saraf vagus menuju ke batang otak. Saraf-saraf sensoris ini dapat mengadakan refleks-refleks lokal di dalam dinding usus itu sendiri dan refleks-refleks lain yang disiarkan ke usus baik dari ganglia prevertebra maupun dari daerah basal otak.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf ototonom dengan perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol voluntar (Price & Wilson, 1994).
Sekum, appendiks dan kolon ascendens dipersarafi oleh serabut saraf simpatis dan parasimpatis nervus vagus dari pleksus saraf mesentericus superior. Pada kolon transversum dipersarafi oleh saraf simpatis nervus vagus dan saraf parasimpatis nervus pelvikus. Serabut simpatis berjalan dari pleksus mesentericus superior dan inferior. Serabut-serabut nervus vagus hanya mempersarafi dua pertiga proksimal kolon transversum; (Price& Wilson, 1994).

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2010, Unstimulated Ileum
www.adinstruments.com
Ernst, 1991, Dinamika Obat, edisi kelima, Bandung:penerbit ITB.
Mycek, M.J., (1995), Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi kedua. Jakarta :
Widya Medika. Hal. 226-228.
Nova Faradilla, S. Ked, 2009, Ileum Obstruktif
www. Files-of-DrsMed.tk
Sherwood, 2001, Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi 2, Jakarta:Penerbit
Buku kedokteran EGC
Tan, H.T.K, Rahardja, (2007), Obat-Obat Penting, Edisi Keenam. Cetakan
Pertama. Jakarta : Gramedia
Vizi, 1977, Acetylcholine release from guinea-pig ileum by parasympathetic
ganglion stimulants and gastrin-like polypeptides
www.ncbi.nlm.nih.gov
Ward, 2009, At a Glance FISIOLOGI, Jakarta: Penerbit Erlangga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar