Minggu, 17 Oktober 2010

Tugas kuliah Pengendalian Mutu Makanan (PENGALENGAN)


PRINSIP DAN TEKNIK PENGAWETAN MAKANAN (PANGAN)

Agar dapat berjalan, setiap reaksi kimiawi dan enzimatis membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum (misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor dan faktor lainnya). Sebagai contoh, mikroorganisme memerlukan semua kondisi yang optimum untuk berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis, dan juga membutuhkan karbon, sumber nitrogen, beragam mineral, dan ada atau tidak ada oksigen (aerobik/anaero-bik), beberapa vitamin dan sebagainya.
Kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:
1.     pertumbuhan mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin didalam pangan;
2.     katabolisme dan pelayuan (senescence) yaitu proses pemecahan dan pematangan yang dikatalisis enzim indigenus;
3.     reaksi kimia antar komponen pangan dan/atau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan;
4.     kerusakan fisik oleh faktor lingkungan (kondisi proses maupun penyimpanan) dan
5.     Kontaminasi serangga, parasit dan tikus.
Untuk mengontrol kerusakan kita harus membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki. Secara umum, penyebab utama kerusakan produk susu, daging dan unggas adalah mikroorganisme sementara penyebab utama kerusakan buah dan sayur pada tahap awal adalah proses pelayuan (senescence) dan pengeringan (desiccation) yang kemudian diikuti oleh aktivitas mikroorganisme. Prinsip pengawetan pangan ada tiga, yaitu:
1.     Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial;
2.     Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan; dan
3.     Mencegah kerusakan yang disebabkan oleh faktor lingkungan termasuk serangan hama. Mencegah atau memperlambat kerusakan mikrobial dapat dilakukan dengan cara:
o   mencegah masuknya mikroorganisme (bekerja dengan aseptis);
o   mengeluarkan mikroorganisme, misalnya dengan proses filtrasi;
o   menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme, misalnya dengan penggunaan suhu rendah, pengeringan, penggunaan kondisi anaerobik atau penggunaan pengawet kimia;
o   membunuh mikroorganisme, misalnya dengan sterilisasi atau radiasi.
Mencegah atau memperlambat laju proses dekomposisi (autolisis) bahan pangan dapat dilakukan dengan cara destruksi atau inaktivasi enzim pangan, misalnya dengan proses blansir dan atau dengan memperlambat reaksi kimia, misalnya mencegah reaksi oksidasi dengan penambahan anti oksidan.
Pengolahan (pengawetan) dilakukan untuk memperpanjang umur simpan (lamanya suatu produk dapat disimpan tanpa mengalami kerusakan) produk pangan. Proses pengolahan apa yang akan dilakukan, tergantung pada berapa lama umur simpan produk yang diinginkan, dan berapa banyak perubahan mutu produk yang dapat diterima. Berdasarkan target waktu pengawetan, maka pengawetan dapat bersifat jangka pendek atau bersifat jangka panjang.
Pengawetan jangka pendek dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya penanganan aseptis, penggunaan suhu rendah (<20°C), pengeluaran sebagian air bahan, perlakuan panas ‘ringan’, mengurangi keberadaan udara, penggunaan pengawet dalam konsentrasi rendah, fermentasi, radiasi dan kombinasinya.
Penanganan aseptis merupakan proses penanganan yang dilakukan dengan mencegah masuknya kontaminan kimiawi dan mikroorganisme kedalam bahan pangan, atau mencegah terjadinya kontaminasi pada tingkat pertama. Penanganan produk dilakukan untuk mencegah kerusakan produk yang bisa menyebabkan terjadinya pengeringan (layu), pemecahan enzim alami dan masuknya mikroorganisme.
Penggunaan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat laju reaksi kimia, reaksi enzimatis dan pertumbuhan mikroorganisme tanpa menyebabkan kerusakan produk. Beberapa perubahan kimia seperti terjadi pada tepung, sereal, biji-bijian, minyak disebabkan oleh keberadaan air. Air dibutuhkan mikroorganisme untuk mempertahankan hidupnya. Pengeluaran sebagian kandungan air bahan melalui proses pemekatan atau pengeringan akan menurunkan laju reaksi kimiawi, enzimatis maupun mikrobial.
Perlakuan panas ringan (pasteurisasi dan blansir) dilakukan pada suhu <100°C. Proses blansir akan merusak sistem enzim dan membunuh sebagian mikroorganisme. Tetapi, sebagian besar mikroorganisme tidak dapat dihancurkan oleh proses blansir. Pasteurisasi menggunakan intensitas suhu dan waktu pemanasan yang lebih besar daripada blansir.
Pasteurisasi akan menginaktifasi enzim, membunuh mikroorganisme patogen (penyebab peyakit) dan sebagian mikroorganisme pembusuk. Beberapa reaksi penyebab kerusakan pangan dipicu oleh oksigen. Reaksi kimiawi seperti oksidasi lemak (ketengikan) yang terjadi pada minyak sayur, biji-bijian, buah-buahan, sayuran, susu, daging dan reaksi pencoklatan pada buah dan sayur dapat diperlambat dengan mengurangi kehadiran oksigen.
Penggunaan pengawet dengan konsentrasi rendah dan proses fermentasi juga merupakan cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan temporer. Gula, garam, asam dan SO2 menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Asam laktat yang dihasilkan selama proses fermentasi akan menghambat pertumbuhan kapang dan kamir. Pemaparan pangan dengan radiasi elektromagnetik bisa merusak atau menghambat beberapa mikroorganisme dan sistim enzim alami tanpa perubahan nyata pada kualitas produk.
Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk pengawetan jangka panjang adalah pemanasan pada suhu tinggi (?100°C), penggunaan pengawet kimia, pengeringan, pengeluaran udara (pemvakuman), pembekuan dan kombinasi proses. Pemanasan pada suhu tinggi yang dilakukan bersama-sama dengan pengemasan yang bisa mencegah rekontaminasi, dapat menghambat/merusak mikroorganisme dan enzim.
Penggunaan gula atau garam dengan konsentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi enzimatis, seperti yang dilakukan pada pembuatan jeli dan dendeng. Pengawet alami seperti etanol, asam asetat dan asam laktat yang dihasilkan oleh mikroorganisme terpilih selama proses fermentasi bisa menghambat pertumbuhan mikroorga-nisme pembusuk. Penambahan pengawet seperti asam benzoat dan asam propionat juga berfungsi menghambat mikroorganisme secara selektif.
Proses pengeringan akan mengeluarkan air dan menyebabkan peningkatan konsentrasi padatan terlarut didalam bahan pangan. Kondisi ini akan meningkatkan tekanan osmotik didalam bahan, sehingga menghambat pertumbuhan mikroorganisme dan memperlambat laju reaksi kimia maupun enzimatis.
Penghilangan udara akan mengeluarkan semua oksigen sehingga mencegah berlangsungnya reaksi kimiawi dan enzimatis yang dipicu oleh oksigen, juga menghambat pertumbuhan mikroorganisme aerobik.
Perlakuan pembekuan (freezing) secara signifikan akan memperlambat laju reaksi kimiawi dan enzimatis serta menghambat aktivitas mikroorganisme. Proses pengawetan biasanya dilakukan dengan mengkombinasikan beberapa metode pengawetan. Sebagai contoh, pembuatan susu pasteurisasi yang ditujukan untuk pengawetan jangka pendek dilakukan dengan kombinasi proses pemanasan ringan (pasteurisasi), pengemasan dan penyimpanan pada suhu rendah (refrigerasi).
Proses pengalengan yang ditujukan untuk pengawetan jangka panjang, dilakukan dengan melibatkan proses pengeluaran udara, pengemasan, pengaturan pH dan penggunaan suhu tinggi (sterilisasi). Juga penting diperhatikan penggunaan \ wadah (container) dan kemasan yang dapat melindungi produk dari mikroorganisme untuk menghindari terjadinya rekontaminasi selama penyimpanan.














Prinsip Pengelengan Bahan Pangan Nabati :
Proses pengawetan makanan dengan menggunakan panas untuk mengurangi aktivitas biologi (kimia dan mikroorganisme) agar bahan pangan aman dikonsumsi dan lebih awet.
Pengertian steril absolut menunjukkan suatu kondisi yang suci hama, yaitu kondisi yang bebas dari mikroorganisme. Pada proses sterilisasi produk pangan, kondisi steril absolut sulit dicapai, karena itulah digunakan istilah sterilisasi komersial atau sterilisasi praktikal. Sterilisasi komersial yaitu suatu kondisi yang diperoleh dari pengolahan pangan dengan menggunakan suhu tinggi dalam periode waktu yang cukup lama sehingga tidak ada lagi terdapat mikroorganisme hidup.
Pengertian sterilisasi komersial ini menunjukkan bahwa bahan pangan yang telah mengalami proses sterilisasi mungkin masih mengandung spora bakteri (terutama bakteri non-patogen), namun setelah proses pemanasan tersebut spora bakteri non-patogen tersebut bersifat dorman (tidak dalam kondisi aktif bereproduksi), sehingga keberadaannya tidak membahayakan kalau produk tersebut disimpan pada kondisi normal. Dengan demikian, produk pangan yang telah mengalami sterilisasi komersial akan mempunyai daya awet yang tinggi, yaitu beberapa bulan sampai beberapa tahun. Sterilitas komersial (menurut FDA) atau stabilitas penyimpanan (menurut USDA) adalah kondisi bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin.
Pada produk steril komersial yang berasam rendah, terdapat resiko keamanan pangan yang cukup tinggi. Pada kondisi penyimpanan normal tanpa pendinginan, pangan berasam rendah yang belum mencapai kecukupan proses steril komersial akan beresiko ditumbuhi mikroba. Selain itu spora yang tertinggal didalam makanan tersebut dapat bergerminasi kembali dan menyebabkan kebusukan atau kerusakan makanan. Di lain pihak penggunaan suhu yang tinggi pada proses sterilisasi produk pangan secara berlebihan, memungkinkan terjadinya kerusakan nilai gizi maupun organoleptik produk pangan tersebut, sehingga proses sterilisasi komersial perlu dikontrol dengan baik.
Produksi pangan steril komersial mencakup dua operasi yang esensial :
1.     Bahan pangan harus dipanaskan secara cukup (pada suhu yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama) untuk memastikan bahwa kondisi steril komersial telah tercapai.
2.     Pangan yang telah disterilisasi komersial harus dikemas dan ditutup dengan menggunakan wadah yang hermetik atau kedap udara (seperti kaleng, gelas, alumnium foil, retort pouch, dll), sehingga mampu mencegah timbulnya rekontaminasi setelah produk tersebut disterilkan.
Spora bakteri umumnya mempunyai ketahanan panas yang lebih tinggi daripada sel vegetatifnya. Karena itulah, proses pemanasan pada sterilisasi komersial bertujuan untuk menginaktifkan spora bakteri, terutama spora bakteri patogen yang tahan panas. Kondisi proses sterilisasi komersial tersebut sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dll), jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan, karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng), medium pemanas, dan kondisi penyimpanan setelah sterilisasi.
Proses sterilisasi komersial dilakukan melalui pemanasan pada suhu tinggi. Karena tujuan sterilisasi adalah untuk membunuh semua sel vegetatif dan semua spora bakteri, maka bahan pangan berasam rendah yang disteriisasil komersial membutuhkan suhu proses yang tinggi. Untuk itu perlu dikendalikan dengan baik karena bila tidak terkontrol dengan baik, pemanasan yang berlebihan dapat merusak mutu organoleptik dan gizi produk pangan tersebut.
Produk pangan yang telah mengalami sterilisasi seharusnya dikemas dengan kemasan yang kedap udara untuk mencegah terjadinya rekontaminasi. Kondisi pengemasan kedap udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara (oksigen) yang rendah, sehingga mikroorganisme yang bersifat obligat aerob tidak akan mampu tumbuh pada produk pangan tersebut. Namun yang perlu diperhatikan adalah mikroorganisme (terutama spora) yang bersifat fakultatif atau obligat anaerob yang jika tidak diperhatikan dengan seksama akan mampu menyebabkan terjadinya kebusukan. Dengan demikian, suatu produk pangan dikatakan sudah steril komersial apabila:
1.     produk telah mengalami proses pemanasan lebih dari 1000C
2.     bebas dari mikroba patogen dan pembentuk racun
3.     bebas mikroba yang dalam kondisi penyimpanan dan penanganan normal dapat menyebabkan kebusukan
4.     awet (dapat disimpan pada kondisi normal tanpa refrigerasi).
Umumnya, proses pengemasan untuk bahan pangan yang telah diproses dengan sterilisasi komersial akan menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini memberikan beberapa keuntungan, antara lain :
1.     spora bakteri pembusuk umumnya tidak tahan panas sehingga lebih mudah dimusnahkan pada proses pemanasan
2.     dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi baik selama pemanasan maupun selama penyimpanan setelah diproses.
Untuk mempertahankan kondisi anaerobik ini, bahan pangan perlu dikemas dalam kemasan kedap udara (hermetis) seperti kaleng, gelas, kantong plastik atau alumunium foil Berdasarkan prosesnya, sterilisasi dapat dilakukan dengan metode sebagai berikut:
1.     Proses pengalengan konvensional, dimana produk dimasukkan dalam kaleng, lalu ditutup secara hermetis, dan setelah itu produk dalam kaleng dipanaskan/disterilisasikan dengan menggunakan retort. Setelah kecukupan panas yang diperlukan tercapai, produk dalam kaleng tersebut didinginkan.
2.     Proses aseptis, yaitu suatu proses dimana produk dan kemasan disterilisasi secara terpisah, kemudian produk steril tersebut diisikan ke dalam wadah steril pada suatu ruangan yang steril.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka produk pangan steril komersial dapat didefinisikan sebagai produk pangan berasam rendah (Low Acid Foods) yang telah mengalami proses pemanasan, sehingga bisa dipastikan bahwa produk tersebut telah bebas dari mikroba yang dapat berkembang biak dalam makanan pada kondisi penyimpanan atau distribusi yang normal tanpa bantuan pendingin. Istilah pangan steril komersial selama ini sering pula dikenal sebagai makanan dalam kaleng.
Dalam makalah ini dibahas tentang proses pengalengan produk pangan dalam kemasan yang umum dipraktekkan di industri pengalengan, terutama pengalengan dengan menggunakan retort statis. Untuk memudahkan pembahasan, diambil kasus teknologi pengalengan untuk daging. Prinsip pengalengan ini dapat juga diterapkan untuk produk pangan lain.

























PENGALENGAN DAGING

Alasan pengawetan daging adalah Pengawetan dengan mempertahankan flavor, tekstur dan kenampakkan daging.
Masalah yang sering terjadi dalam pengalengan :
ž Jumlah mikroorganisme yang tinggi
ž Nilai keasaman rendah (pH tinggi =7,0)
ž Kandungan protein tinggi (protein rusak karena panas)
ž Sifat organoleptik daging.
Proses pengalengan bertujuan untuk membunuh semua sel vegetatif mikroorganisme dan sporanya yang dorman dan menginaktivasi enzim.
Suhu sterilisasi komersial : Suhu internal minimal harus : 2250F . Bisa juga suhu
internal 2100F tergantung pada kandungan garam atau nitrit.

KALENG
Ada beberapa tipe kaleng yang digunakan dalam pegalengan daging :
1.     Square dan pulman base
2.     Pear-shaped
3.     Round-shaped
4.     Drawn aluminium
5.     Oblong

Square dan pulman base
Bentuk kaleng ini digunakan untuk mengalengkan daging pasteurisasi. Pada prinsipnya yang dikemas, terlebih dahulu dihancurkan dan diberi bumbu.
Contoh : Locheon Meat yang dibumbui dan HAM yang dichopping. Bentuk Pulman Base ini untuk daging yang diiris tipis seperti sandwich.

Pear-shaped
Digunakan unguk mengalengkan han pesteurisasi dan picnic. Bahannya diberi lapisan enamel. Juga terbuat dari plastik polietile.

Ada 4 ukuran Pear-Shaped:
1. Minature Base, berisi 1,5 lb ham dan dilakukan sterilisasi
2. No. 1 Base, digunakan dengan berbagai ukuran berat. Untuk produk Ham, dilakukan proses pasteurisasi dan disimpan pada suhu refrigerator
3. No 2 Base , ada dalam berbagai berat. Untuk ham dilakuka proses pasteurisasi.
4. No. 4 Base, digunakan dengan berbagai ukuran berat. Untuk produk Whole Ham, dilakukan proses pasteurisasi dan jual untuk diiris-iris.

Round-shaped
Bentuk kaleng silinder, dengan bervariasi ukurannya. Untuk kaleng no. 10 berukuran : 208 x 108. Kebanyakan digunakan untuk produk : daging rebus, dan chili (daging berkuah).

Drawn aluminium
Digunakan untuk viena sosis

Oblong
Digunakan untuk produk daging yang disterilisasi. Umumnya berukuran 12 OZ dan beberapa berukuran 7 OZ. Bahannya bisa dari kaleng atau aluminium. Contoh LUNCHEON MEAT.

PRODUK PENGALENGAN YG DIPASTEURISASI
ü  HAM DAN PICNIC
ü  Proses pasteurisasi dilakukan pada suhu 1550F – 1700F (dimasak) dan suhu 1500F – 1700F (direbus)
PERATURAN YANG DITETAPKAN :
1.     Semua produk harus dicuring
2.     Berat bersih produk 12 OZ atau lebih
3.     Produk harus dimasak dengan suhu internal minimal 1500F
4.     diberi keterangan dalam label kaleng bahwa produk ini “Mudah Rusak – Disimpan pada Suhu Refrigerator”
5.     Harus disimpan dan didistribusikan dalam suhu rendah (refrigerator)
CORNET BEEF
Produk olahan daging semisolid dalam bentuk massa kompak. Dibuat dari daging sapi, kentang, bumbu-bumbu dan bahan tambahan lainnya. Produk akhir tidak boleh kurang dari 35% daging yang ditrimming dan dimasak, berat daging mentah kurang yang dimasak 70%. Produk akhir tidak boleh lebih 15% lemak dan kadar air tidak lebih 72%.
Formulasi Cornet Beef :
Ø  Daging sapi         = 100 Lb
Ø  Tepung kentang   = 130 Lb
Ø  Kaldu                   = 40 Lb
Ø  Bawang putih      = 9 Lb
Ø  Garam                  = 4
Ø  Merica                 = 4 OZ
Ø  Sodium Nitrit      = 0,25 OZ

Pembuatannya:
Daging
-        Daging dipotong berukuran 2 inci
-        Daging dimasukkan dalam keranjang dan dimasak dalam air pada suhu 1800F selama 10-20 menit.
-        Air rebusan 5 gallon untuk 100 Lb daging dalam wadah stainless steel
-        Selama pemasakkan/perebusan terjadi pengkerutan 30% (dilakukan sebelum dan sesudah dimasak)
-        Didinginkan dan digrinding berukuran 3/16 inci
Kentang
-        Tepung kentang direndam dalam air panas sampai terjadi rehidratasi
-        1 bagian kentang ditambahkan 4 bagian air panas biarkan selama 15-20 meit
Bawang
-        Bawang segar terlebih dahulu diblanching dan digiling – bawang bubuk.

Merica
-        Digiling halus

Nitrit
-        Dilarutak dalam air

Pengalengan
-        Semua bahan dicampur sampai homogen dan ditambahkan kaldu.
-        Campuran daging disimpan pada suhu 1200F
-        Dimasukkan dalam kaleng yang diberi Head Space 5/16 inci ditutup pada mesin vakum 15
-        Disemprotkan dengan air detergen untuk menghilangkan kotoran lemak yang melekat pada kaleng
-        Selanjutnya disterilisasi dengan suhu dan lamanya disesuaikan dengan ukuran kaleng.
-        Segera didinginkan setelah strerilisasi dalam air dingin sampai suhu 950F – 1050F untuk mencegah kerusakan bakteri termofilik dan pengkaratan kaleng
-        Selain itu juga untuk melihat adanya kebocoran kaleng
-        Pendinginan bertekana  untuk mendinginkan kaleng berukuran dimaneter lebih dari 307 mencegah pencekungan dan pencembungan pada tutup kaleng.








Formulasi :










Formulasi Pasta/saus








Preparasi :
-        DAGING :Dipotong 3inch, dimasukkan dlm keranjang, direbus sampai susut 30% sekitar 15 mnt. Potongan dadu dan kaldunya untuk kuah.
-        KENTANG : Direbus dan direhidrasi sampai 300% .
-        WORTEL : Dicuci, dikupas, diblanching dengan perebusan, diiris tipis ½ inci.
-        BAWANG PUTIH : Dikupas, dicuci, diblanching dan dihaluskan. Dimasukkan dalam saus.
Pembuatan saus/pasta :
-        Campur  tepung dengan air dingin untuk  dibuat pasta yang halus.
-        Kaldu dimasukkan dan bumbu-bumbu, diaduk.
-        Dimasak perlahan pada suhu 1500F.
-        Ditambahkan dengan karamel.
Pengalengan daging :
-        Kaleng dicuci bersih dengan deterjen dengan penyemprotan.
-        Dimasukkan daging dan sayuran sesuai dengan beratnya.
-        Ditambahkan saus panas (<1600F atau min 1200F) sampai kaleng penuh, sisakan untuk head spase dan exshausthing pada suhu 2000F selama 7-10mnt.
-        Tutup dengan vakum.
-        Kaleng diaduk agar bagian dalamnya merata.
-        Dikalengkan (sterilisasi)
Suhu dan Lama Sterilisasi Daging Rebus :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar