Senin, 30 Agustus 2010

Analgetik Obat

ANALGETIK OBAT

I. PENDAHULUAN
Secara sederhana, analgesik adalah kelas obat yang digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Lega rasa sakit yang disebabkan oleh analgesik terjadi baik dengan cara menghambat sinyal rasa sakit pergi ke otak atau dengan menghalangi otak interpretasi dari sinyal, tanpa menghasilkan anestesi atau kehilangan kesadaran. Pada dasarnya ada dua jenis analgesik: non-narkotika dan narkotika.
Perlu dicatat bahwa beberapa referensi termasuk aspirin dan non-steroid anti-inflammatory drugs (OAINS) di kelas analgesik, karena mereka memiliki sifat analgesik. OAINS terutama aspirin dan memiliki efek anti inflamasi, sebagai lawan menjadi semata-mata analgesik.
Non-Narkotika Analgesik
Acetaminophen adalah yang paling umum digunakan over-the-counter, analgesik non-narkotika. Acetaminophen adalah penghilang rasa sakit populer karena keduanya efektif untuk nyeri ringan hingga sedang lega dan relatif murah. Namun harus ditekankan bahwa meskipun keselamatan acetaminophen terikat pada penggunaan yang tepat dari obat (gunakan sesuai dengan instruksi resep tertentu). Jika acetaminophen tidak digunakan sesuai dengan petunjuk pada label, efek samping yang serius dan kemungkinan konsekuensi yang fatal dapat terjadi. Sebagai contoh, mengambil lebih dari 4000 mg / hari atau menggunakannya jangka panjang dapat meningkatkan risiko kerusakan hati. Risiko kerusakan hati dengan penggunaan asetaminofen juga meningkat menelan alkohol. Pastikan Anda membicarakan dengan dokter Anda diperbolehkan maksimum dosis acetaminophen dan pedoman lain untuk penggunaannya.
Banyak orang tidak menyadari bahwa asetaminofen ditemukan di lebih dari 600 over-the-counter obat-obatan. Hal ini dapat ditemukan dalam kombinasi dengan bahan aktif lainnya dalam banyak dingin, sinus, dan obat batuk. Efek kumulatif acetaminophen harus dipertimbangkan jika Anda berbicara beberapa obat yang mengandung acetaminophen.
(http://arthritis.about.com/od/analgesic/a/factsanalgesics.html)


II. TUJUAN PERCOBAAN
 Untuk membandingkan efek analgetik dari antalgin dan morfin pada masing-masing metode
 Untuk melihat perbedaan prinsip kerja antara metode kimia dengan metode asam asetat, serta metode fisika menggunakan waterbath (plat panas) dan plantar panas.

III. PRINSIP PERCOBAAN
Berdasarkan kerja analgetik dalam menekan rasa sakit ataupun meningkatkan ambang nyeri dengan bekerja pada pusat nyeri ataupun pasa sintesa mediator nyeri yaitu prostaglandin maka dilihat pengaruhnya terhadap berbagai sumber atau jenis nyeri yang ditumbulkan oleh pemberian asam asetat, pemanasan dengan waterbath (plat panas) dan menggunakan plantar test.




























III. TINJAUAN PUSTAKA
Analgetika atau obat penghalang nyeri adalah zat-zat yang mengurangi atau menghalau rasa nyeri tanpa menghlangkan kesadaran. Nyeri adalah perasaan sensori dan emosional yang tidak enak dan yang berkaitan dengan (ancaman) kerusakan jaringan. Keadaan psikis sangat mempengaruhi nyeri, misalnya emosi dapat menimbulkan sakit (kepala) atau memperhebatnya, tetapi dapat pula menghindarkan sensasi ransangan nyeri. Nyeri merupkan suatu perasaan pribadi dan ambang toleransi nyeri berbeda-beda pada setiap orang.
Inflamasi merupakan suatu respos protektil normal terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat-zat mikrobiologik. Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktivasi atau merusak organsme yang menyerang, menghilangkan zat iritan, dan mengatur derajat perbaikan jaringan. Jika penyembuhan lengkap, proses peradangan biasanya reda.
Namun, kadang-kadang inflamasi tidak dapat dicetuskan oleh suatu zat yang tidak berbahaya, seperti tepung sari, atau oleh suatu espons imun, seperti asma atau arthritis rematoid. Pada kasus seperti ini, reaksi pertahanan mereka sendiri mungkin menyebabkan luka jaringan prgresif, dan obat-obat anti-inflamasi atau imunosupresi mungkin diperlkan untuk memodilasi proses peradangan.
Inflamasi dicetuskan oleh adanya pelepasan mediator kimiawi dari jaringan yang rusak dan migrasi sel. Mediator kiiawi spesifik dengan tipe proses peradangan dan meliputi amin, seperti histamine dan 5-hidroksitripta-min; lipid, seperti prostaglandin; peptide kecil, seperi bradikinin; dan peptide besar, seperti interleukin1.
(Mycek, et.all., 2001)
Metamisol (antalgin, dipiron, novaminsulfon, metampiron, Dolo Nerobion, Novalgin, Unagen): derivate-sulfonat dari aminofenazon yang larut dalam air. Khasiat dan efek sampingnya sama. Obat ini sering dikobinasi dengan obat-oba lain, antara lain dengan aminofenazon.Obat ini dapat secara mendadak dan tak terduga menimbulkan kelanan darah ang ada kalanya fatal. Karena bahaya agranulositosis tersebut, obat ini sudah lama di larang peredarannya di banyak Negara, antara lain AS, Swedia, Inggris, dan Belanda. (Tan Hoan Tjay,2007)
Analgesik narkotika. Ada dua jenis analgesik narkotika: yang opiat dan opioid (derivatif dari opiat). Opiat adalah alkaloid ditemukan di opium (cairan putih ekstrak biji mentah dari tanaman opium).
Opioid adalah obat apapun yang mengikat reseptor opioid pada sistem saraf pusat atau gastointestinal saluran. Menurut Wikipedia, ada empat kelas yang luas opioid:
- Peptida opioid endogen (dihasilkan dalam tubuh: endorfin, dynorphins, enkephalins)
- Candu alkaloid (morfin, kodein, thebaine)
- Semi-sintetik opioid (heroin, oxycodone, hydrocodone, dihydrocodeine, hydromorphone, oxymorphone, nicomorphine)
- Fully sintetik opioid (pethidine atau Demerol, metadon, fentanyl, propoxyphene, pentazocine, buprenorfin, butorphanol, tramadol, dan banyak lagi).
Opioid digunakan dalam pengobatan sebagai analgesik kuat, untuk menghilangkan rasa sakit parah atau kronis. Menariknya, tidak ada batas atas dosis opioid yang digunakan untuk mencapai penghilang rasa sakit, tetapi dosis harus ditingkatkan secara bertahap untuk memungkinkan untuk pengembangan toleransi terhadap efek buruk (misalnya, depresi pernafasan). Menurut eMedicine, "Beberapa orang dengan rasa sakit yang hebat mendapatkan dosis tinggi seperti dosis yang sama akan fatal jika diambil oleh orang yang tidak menderita kesakitan."
Ada perdebatan atas potensi kecanduan opioid vs manfaat properti mereka untuk mengobati analgesik non-ganas sakit kronis, seperti arthritis kronis. Beberapa ahli percaya opioid dapat diambil dengan aman selama bertahun-tahun dengan risiko minimal kecanduan atau beracun efek samping.
(http://arthritis.about.com/od/analgesic/a/factsanalgesics.html)
Obat penghilang nyeri tergolong analgesic-antipyretic. Selain me-redakan nyeri, seka-ligus pereda demam juga. Jika diminum segampang kacang goreng, ginjal, hati, dan darah bisa rusak.
Obat analgesic-antipyretic ada beberapa jenis. Selain buat nyeri dan demam, jenis yang tergolong obat encok bisa meredakan nyeri selain mengatasi peradangan sendi juga.
Obat analgesic-antipyretic dipilah sesuai dengan kekuatan antinyeri dan antidemamnya. Ada jenis yang lebih kuat menghilangkan nyeri, ada pula jenis yang lebih kuat meredakan demamnya. Jenis obat dipilih sesuai kebutuhan kasusnya. Jika dihimpun, efek samping, keracunan, kelebihan dosis, maupun akibat pemakaian lama, obat analgesic-antipyretic umumnya mengganggu pencernaan. Pasien maag perlu berhati-hati mengonsumsi obat jenis ini.
Selain berisiko menimbulkan perdarahan lambung dan usus, analgetic-antipyretic merusak ginjal, hati, dan darah. Pendengaran pun bisa menurun, muncul keluhan tujuh keliling (vertigo), dan mungkin kuping terasa berdenging (tinnitus). Selain itu, sel darah putih bisa berkurang, atau mudah teiradi perdarahan di organ mana saja akibat menurutmya zat pembeku darah.
Akibat rutin minum obat sakit kepala mungkin mendadak malah timbul demam tinggi tanpa sebab yang jelas. Bisa juga muncul depresi, kejang-kejang, atau perubahan perilaku. Jika kelebihan dosis, pernapasan akan tertekan, dan mungkin berakhir fatal.
Ada pula jenis obat sakit kepala yang makan darah. Haemoglobin, zat utama dalam sel darah merah, bisa ikut terganggu pula. Selain itu sel darah merah gampang hancur, sehingga yang doyan minum obat sakit kepala bisa kurang darah (anemia haemolytic).
Obat golongan ini ada juga yang merusak ginjal. Jika kebanyakan, lama kelamaan bisa berakhir gagal ginjal. Selain itu, ada pula jenis yang punya sifat pencetus kanker ginjal, dan kandung kemih.
Analgesic-antipyretic tergolong obat paling sering menimbulkan alergi. Yang berbakat alergi tak tahan terhadap beberapa jenis atau semua jenis obat golongan ini. Begitu minum atau disuntik, langsung muncul alergi kulit berupa biduran (kaligata). Jika berat, mungkin disertai sesak napas, mual-muntah, dan bisa jadi sampai serangan syok.
Mencari akar penyakitnya
Nyeri kepala, dan segala keluhan nyeri lain, sebetulnya cuma gejala dari suatu penyakit. Cukup banyak penyakit dengan gejala nyeri kepala. Kesalahan sering terjadi sebab yang acap diobati rasa nyerinya, dan bukan penyakit yang menimbulkan rasa nyerinya.
Kita tahu nyeri kepala bisa datang dari mana-mana bagian tubuh, termasuk dari jiwa juga. Orang yang mesti pakai kacamata baca, tapi abai, sering mengeluh nyeri kepala terus selama gangguan visus matanya tak dikoreksi. Waspada keluhan begini acap muncul pada usia mulai lewat 40.
Semua yang sudah melewati usia 40 butuh kacamata baca. Ini sering tidak disadari. Ketika jarak baca sudah harus lebih jauh dari sepenggaris, berarti mata perlu dikoreksi dengan kacamata baca. Jika tetap membaca tanpa bantuan kacamata baca, mata akan letih, lalu muncul nyeri kepala. Dengan bertambahnya umur, setiap 2-3 tahun kacamata baca perlu ditambah lensa plusnya.
Salahnya, pada keluhan nyeri kepala sebab mata tua (presbyopia) yang diobati cuma nyeri kepalanya, bukan matanya. Begitu obat tidak minum, nyeri kepalanya cekot-cekot lagi. Apalagi sehabis banyak membaca, lama di depan monitor, atau nonton televisi. Nyeri kepala bisa pula berasal dari gigi, radang sinus, gangguan rongga hidung (kelainan sekat hidung), atau penyakit lambung. Selama penyakitnya tidak diobati, keluhan nyeri kepalanya muncul terus.
Minum obat sakit kepala tidak menyelesaikan masalah.Jika bukan penyakitnya yang diatasi, malah justru menimbulkan masalah baru. Pasien harus memikul efek samping, keracunan, atau kelebihan dosis obat sakit kepala.
Pasien encok korban terbanyak akibat obat pereda nyeri. Kita tahu tidak semua encok dapat sembuh. Pasien encok terus saja bergantung pada obat encoknya. Padahal tidak semua obat encok, termasuk obat tradisional (Cina), aman dipakai untuk waktu lama. Kasus anemia, kelainan darah putih (agranulocytosis), serta gangguan sel darah lain sering diderita pasien encok yang salah memilih obat.
Beberapa jenis obat encok ilegal ditarik dari pasar selama ini sebab tidak aman buat tubuh. Mengapa? Sebab selain berisi obat pereda nyeri (jenis yang mungkin sudah dilarang beredar), tak sedikit obat encok ilegal, baik berupa kapsul maupun jamu, yang kedapatan menambahkan obat golongan corticosteroid (hormon), yang sekalipun berkhasiat, namun tak boleh dipakai untuk waktu lama.
Jiwa yang gundah, pikiran yang tegang, emosi yang gulana, bisa muncul sebagai keluhan nyeri kepala juga. Tentu yang harus diobati jiwanya, bukan nyeri kepala tegangnya.
(http://www. analgesic-antipyretic.html)
Analgetik (Narkotik) opioid merupakan kelompok obat yang memiliki sifat-sifat seperti opium atau morfin. Meskipun memperlihatkan efek farmakologi yang lain golongan obat ini terutama digunakan untuk meredakan atau menghilangkan rasa nyeri. Tetapi semua obat analgesik opioid menimbulkan adiksi,maka usaha untuk mendapatkan suatu analgesik yang ideal masih tetap harus diteruskan dengan tujuan untuk mendapatkan analgesik yang sama kuat dengan morfin tanpa menimbulkan bahaya adiksi. Dahulu digunakan istilah analgesik narkotik untuk mengistilahkan analgetik tyang kuat yang mirip morfin. Dengan ditemukannya obat yang bersifat campuran agonis dan antagonis opioid yang tidak menyebabkan ketergantungan fisik akibat morfin maka pnggunaan istilah analgesik narkotik untuk pengertian farmakologi.
Morfin merupakan prototipe hasil alami untuk kelompok analgetik ini. Obat tersebut dan sejenis dinamakan opioid narkotika analgetik narkotik dan analgetik yang bekerja sentral di SSP. Daerah tertentu pada SSP mengikat opioid secara stereospesifik. Umumnya opioids bertanda isotop dengan kadar fisiologik terikat pada homogenik. Beberapa daerah ikatan yang mungkin berikatan pada analgesia adalah sistem poliopinotalamis dan substansia gelatinosa, yang tersangkut dalam penghantaran dan penggabungan impuls nyeri. Efek morfin pada susunan saraf pusat dan usus terutama menimbulkan adiksi karena morfin bekerja secara agonis pada reseptor. Akan tetapi,selain itu,morfin juga mempunyai afinitas yang lebih lemah terhadap reseptor.
Narkosis. Efek morfin terhadap sistem saraf pusat berupa analgesia dan narkosis. Analgesia oleh morfin dan opioid-opioid lainnya sudah timbul sebelum penderita tidur dan sering kali analgesia sudah timbul terjadi tanpa disertai tidur. Morfin dosis kecil ( 5-10 mg) menimbulkan euforia pada penderita yang sedang mengalami nyeri,sedih,gelisah. Sebaliknya pada dosis yang sama pada orang normal sering kali menimbulkan disforia berupa perasaan kuatir atau takut disertai mual dan muntah. Morfin menimbulkan pula rasa kantuk,tidak dapat menimbulkan konsentrasi,sulit berfikir,apatis,aktivitas motorik berkurang,ketajaman penglihatan berkurang,dan latergi,ekstrimitas terasa berat,badan terasa panas, muka gatal dan mulut terasa kering, depresi napas dan miosis. Rasa nyeri berkurang,rasa lapar hilang dan dapat timbul muntah yang tidak disertai mual. Dalam lingkungan yang tenang orang yang diberikan dosis terapi ( 15-20 mgA) akan tertidur cepat dengan nyenyak disertai mimpi,napas lambat dan miosis. (Howard C. Ansel , 2005)
ANTALGIN
Antalgin adalah salah satu obat penghilang rasa sakit (analgetik) turunan NSAID, atau Non-Steroidal Anti Inflammatory Drugs. Umumnya, obat-obatan analgetik adalah golongan obat antiinflamasi (antipembengkakan), dan beberapa jenis obat golongan ini memiliki pula sifat antipiretik (penurun panas), sehingga dikategorikan sebagai analgetik-antipiretik. Golongan analgetik-antipiretik adalah golongan analgetik ringan. Contoh obat yang berada di golongan ini adalah parasetamol. Tetapi Antalgin lebih banyak sifat analgetiknya.
Umumnya, cara kerja analgetik-antipiretik adalah dengan menghambat sintesa neurotransmitter terentu yang dapat menimbulkan rasa nyeri & demam. Dengan blokade sintesa neurotransmitter tersebut, maka otak tidak lagi mendapatkan "sinyal" nyeri, sehingga rasa nyerinya berangsur-angsur menghilang.
Setiap obat harus diatur dosisnya, apapun itu, terutama jika menyangkut usia. Hal ini karena selain luas permukaan tubuh yang berbeda-beda, juga fungsi organ tubuh bisa jadi berbeda. Misalnya, fungsi organ tubuh anak-anak yang dalam usia perkembangan belum sesempurna orang dewasa, dan fungsi organ tubuh manula bisa dikatakan sudah mengalami penurunan fungsi. Oleh karena itu terutama pada kedua golongan usia tersebut, anak-anak dan manula, dosisnya harus lebih diatur. Selain usia, pembagian dosis juga bisa berdasarkan berat badan, karena pada intinya, untuk bisa bekerja, obat harus berada di "site aktif"-nya, yang mungkin saja berada di hampir seluruh bagian tubuh, yang terjadi pada obat-obat berdosis besar (di atas 100mg per satu kali minum).
Antalgin tidak boleh dikonsumsi oleh orang yang memiliki riwayat alergi terhadap obat-obat golongan NSAID seperti aspirin, parasetamol, dll. Karena pada umumnya obat golongan NSAID memiliki salah satu efek sebagai pengencer darah, maka pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan heparin atau obat-obatan pengencer darah lainnya, harus lebih berhati-hati, karena jika terjadi perdarahan, akan dapat mengakibatkan perdarahan yang lebih hebat. Untuk penderita sirosis hati, harus menggunakan dosis minimum jika mengkonsumsi antalgin. Dan pasien dengan gagal ginjal tidak direkomendasikan mengkonsumsi obat ini. ( B.G. Katzumg, 1989 )

Mekanisme kerja analgesic opioid
Analgetik : obat yang mengurangi atau melenyapkan rasa nyeri tanpa menghilangkan kesadaran. Antipiretik : obat yang menurunkan suhu tubuh yang tinggi.Jadi analgetik –antipiretik adalh obat yang mengurangi rasa nyeri dan serentak menurunkan suhu tubuh yang tinggi.Rasa nyeri hanya merupakan suatu gejala, fungsinya memberi tanda tentang adanya gangguan-gangguan di tubuh seperti peradangan, inffeksi kuman atau kejang otot. Rasa nyeri disebabkan rangsang mekanis atau kimiawi, kalor atau listrik, yang dapat menimbulkan kerusakan jaringan dan melepaskan zat yang disebut mediator nyeri ( pengantara).
Zat ini merangsang, reseptor nyeri yang letaknya pada ujung syaraf bebas di kuli, selaput lendir dan jaringan lain. Dari tempat ini rangsang dialirkan melalui syaraf sensoris ke S.S.P (susunan syaraf pusat ), melalui sumsum tulang belakang ke thalamus (optikus) kemudian ke pusat nyeri dalam otak besar, dimana rangsang terasa sebagai myeri.
Sebagai mediator nyeri adalah : Histamin, Serotonin, Plasmokinin (antara lain Bradikinin), Prostaglandin, danIon kalium
Cara pemberatasan rasa nyeri:
• Menghalangi pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri perifer oleh analgesic perifer atau oleh anastetik local.
• Menghalangi penyaluran rangsang nyeri dalam syaraf sensoris, misalnya dengan anaestetik local.
• Menghalagi pusat nyeri dalam S.S.P. dengan analgetik sentral (narkotik) atau dengan anaestetik umum.
Jenis nyeri:
• Nyeri ringan yaitu: sakit gigi, sakit kepala, otot pada infeksi virus, nyeri waktu haid keseleo.
• Nyeri ringan yang menahun, seperti rematik dan artreosis dan terdapat reaksi radang pada sendi.
• Nyeri yang hebat, yaitu nyeri organ dalam (lambung, usus), kolik pada penyakit batu ginjal dan empedu.
• Nyeri hebat yang menahun, misalnya kanker, kadan-kadang rematik dan neuralgia.
1. Acetaminophenum
2. Acidum Acetylosalycylicum
3. Metampiron = Antalgin=Novalgin
4. Natrii Salisylas
5. Phenazonum
6. Salicylamidum
7. Glapheninum
8. Acidum Mephenamicum (Mefenamic acid)
9. Phenylbutazonum
10. Aluminii Acetylsalicylas.
Obat ini termasuk golongan obat narkotik (obat bius).Memiliki daya penghalang rasa nyeri yang besar sekali dengan titik tangkap yang terletak di pusat. Menimbulkan perasaan nyaman (euphoria) serta menimbulkan kantuk dan tidur (mengurangi kesadaran), serta berefek adiksi (ketagihan).
1. Hidromorphini Hydrochoridum
2. Opii pulvis dan sediaan ganeliknya
3. Morphini Hydrocloridium
4. Petidini Hydrocloridium (juga spasmolitik)
5. Metadon
(Anief M.,1996)
Morfin dan opioida lainnya menimbulkan sejumlah besar efek samping yang tidak diinginkan, yaitu:
- supresi SSP, misalnya sedasi, menekan pernapasan dan batuk, miosis, hypothermia, dan perubahan suasana jiwa (mod). Akibat stimulant langsung ari CTZ (Chemo Tinger Zone) timbul mual dan muntah. Pada dosis lebih tinggi mengakibatkan menurunnya aktifitas mental dan metoris.
- Saluran cerna: motilitas berkurang (obstipasi), kontraksi stingfer) kandung empedu (kolik batu empedu).
- Saluran urogenital: retensi-urin (karena naiknya tonus dan sfingter kandung kemih), motilitas uterus berkurang.
- Saluran nafas: bronchkontriksi, pernapasan menjadi lebih dangkal an frekuensinya turun.
- System sirkulasi: vasodilatasi, hipertensi dan bradycardica.
- Histamine dan liberatos: urticaria dan gatal-gatal, karena menstimulasi pelepasan histamine.
- Ebiasaan dengan resiko adiksi pada pengunaan lama. Bila terapi dihentikan dapat terjadi gejala abstinensi.
Analgetika perifer
Secara kimiawi, analgetika perifer dapat dibagi dalam beberapa kelompok :
a. Parasetamol
b. Salisilat; asetosal,salisilamida dan benorilat
c. Penghambat Prostaglandin : ibuprofen dan lain-lain
d. Derivat-dferivat antranilat : mefenaminat,asam niflumat glafenin,floktafenin.
e. Derivat-derivat pirazolinon : aminofenazonm, isopropilfenazon, isopropilamino \ fenazon, dan metamizol.
f. Lainnya : Benzidamin ( tantum) (Tan Hoan Tjay,2007)
Toleransi dapat ditemukan pada anak anak yang menerima opioid untuk jangka waktu lama. Mereka akan membutuhkan dosis yang makin lama makin besar untuk mendapatkan efek analgesik dan menolerirnya tanpa efek buruk yang besar. Anak anak yang mempunyai riwayat nyeri kanker yang panjang diberi terapi dengan morfin hingga 2,7 mg/kg per jam tanpa efek buruk. Pada anak anak 4 tahun dengan nyeri perut kronis setelah operasi berkali kali, morfin IV dosis sangat tinggi (11 mg/kg per jam) gagal mengendalikan nyeri. Setelah blok pleksus coeliacuc untuk bedah, dosis morfin yang dibutuhkan adalah 1/40 dari dosis yang dibutuhkan sebelumnya. Ketergantungan fisik juga merupakan konsekuensi terapi opioid jangka panjang dan dikaitkan dengan reseptor . Penghentian mendadak terapi opioid setelah lebih dari 1 minggu dapat menyebabkan sindomasi penarikan obat : pasien mudah marah, menderita mual mual dan diare, gatal gatal, nyeri di tubuh, kegelisahan dan pupil melebar.
Sindroma penarikan obat yang hebat diamati pada penghentikan cepat opioid seperti orfin atau setelah pemberian nalokson. Sebaliknya, pada methadone gejala penarikan obat berlangsung lambat dan tidak begitu berat. Gejala gejala ini dapat dipulihkan dengan dosis opioid yang tepat. Keadaan ini dapat dicegah dengan pengurangan terapi perlahan lahan dan progresif. Kecanduan, ketergantungan psikologik dan keadaan kompulsif mencari obat bersangkutan, jarang ditemukan pada pasien yang telah menerima opioid untuk menghilangkanrasa nyeri yang hebat.
(Ingeborg C. Rodde, 1994)
Antalgin
Indikasi:
Karena risiko efek sampingnya, penggunaannya sebagai analgesik-antipiretik sangat dibatasi yaitu:
 Nyeri akut hebat sesudah luka atau pembedahan,
 nyeri karena tumor atau kolik,
 nyeri hebat akut atau kronik bila analgesik lain tidak menolong,
 demam tinggi yang tidak bisa diatasi antipiretik lain.
Kontra Indikasi
Alergi dipiron, granulositopenia, porfiria intermiten, defisiensi G6PD, payah jantung, bayi < 3 bulan, hamil trisemester pertama dan 6 minggu terakhir.
Komposisi: Tiap tablet mengandung Antalgin 500 mg.
Dosis:
Oral, Dewasa: 500 - 1000 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 3 gram sehari).
Anak-anak: 250 - 500 mg 3 - 4 kali sehari (maksimum 1 gram untuk < 6 tahun dan 2 gram untuk 6 - 12 tahun). Parental
500 - 1000 mg sekali suntik. Jangan lebih dari 1 gram karena dapat menimbulkan syok.
Perhatian: Pengobatan harus segera dihentikan bila timbul gejala pertama turunnya jumlah sel darah atau granulositopenia atau sakit tenggorokan atau tanda infeksi lain.
Hati-hati pada penderita yang pernah memiliki penyakit darah.
Jangan digunakan untuk kelainan yang ringan, masih ada obat lain yang lebih aman.
Efek Samping: Infeksi lambung, hiperhidrosis, retensi cairan dan garam.
Reaksi elaergi cukup sering: reaksi kulit dan edema angioneurotik.
Efek samping yang berat:
- agranulositosis,
- pansitopenia dan
- nefrosis.
Interaksi Obat:
Bila digunakan bersama dengan klorpromazine, dapat menimbulkan hipotermia yang berat. Penggunaan pada ibu hamil dan menyusui:
Jangan diberikan pada wanita hamil karena potensi karsigonik dari metabolit nitrosamin. Penggunaan pada anak: Jangan diberikan pada bayi kurang dari 3 bulan (atau BB < 5 kg). Jenis: Table.
(http://www.dechacare.com/Antalgin-P716.html)
V. METODE PERCOBAAN
5.1 Alat dan Bahan
5.1.1. Alat
 Timbangan elektrik
 Spuit 1 ml
 Stopwatch
 Alat suntik 1ml
 Plat panas (waterbath)
 Thermometer 1000C
 Plantar Test
5.1.2. Bahan-bahan
 Mencit 5 ekor
 Aquadest
 Asam asetat 3 %
 Antalgin ( Methampiron HCl) 2 %
 Morfin SO4 0,05 %

5.2 Prosedur Percobaan
1. Mencit ditimbang dan diberi tanda
2. Dihitung dosis untuk :
 Mencit I : Aquadest, 1% BB ( sebagai kontrol) ; i.p
 Mencit II : Morphin SO4 0,05 %, dosis 10 mg/kg BB ; i.p
 Mencit III : Morphin SO4 0,05 %, dosis 15 mg/kg BB ; i.p
 Mencit IV : Antalgin 2%, dosis 300 mg/kg BB ; i.p
 Mencit V : Antalgin 2%, dosis 400 mg/kg BB ; i.p
3a. Metode Kimia (Penyuntikkan asam asetat)
Setelah 30 menit masing-masing mencit disuntikkan asam asetat 3 % dengan dosis 1% BB secara i.p.
3b. Metode Fisika (Plat Panas)
Hewan diletakkan di atas waterbath dengan suhu 550C dan diamati rekasi hewan (menjilat-jilat kaki atau melompat).


3c. Metode Plantar Test
Hewan diletakkan di atas alat dan infra red dihidupkan sebagai alat otomatis mati
4. Diamati dan dihitung geliat mencit selang waktu 10 menit selama 90 menit.
5. Dibuat grafik jumlah geliat vs waktu.


























VI. PERHITUNGAN, DATA, GRAFIK DAN PEMBAHASAN
6.1. Perhitungan Dosis
Metode Kimia
Mencit I
berat badan = 16,9 g
dosis akuades = 1% BB

Vol. asam asetat yang disuntikkan = 1% BB
=0,169 ml (13,52 skala)

Mencit II
berat badan = 24,3 g
dosis Morphin SO4 = 10 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,05%

Vol. asam asetat yang disuntikkan = 1% BB
=0,243 ml (19,44 skala)

Mencit III
berat badan = 24,2 g
dosis Morphin SO4 = 15 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,05%

Vol. asam asetat yang disuntikkan = 1% BB
=0,242 ml (19,36 skala)

Mencit IV
berat badan = 34,1 g
dosis Antalgin = 300 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 2%

Vol. asam asetat yang disuntikkan = 1% BB
=0,341 ml (27,28 skala)

Mencit V
berat badan = 35,4 g
dosis Antalgin = 400 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 2%

Vol. asam asetat yang disuntikkan = 1% BB
=0,354 ml (28,32 skala)

Metode Plat Panas
Mencit I
berat badan = 26,4 g
dosis akuades = 1% BB

Mencit II
berat badan = 19,2 g
dosis Morphin SO4 = 10 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,05%


Mencit III
berat badan = 23,4 g
dosis Morphin SO4 = 15 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,05%


Mencit IV
berat badan = 26,5 g
dosis Antalgin = 300 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 2%



Mencit V
berat badan = 21,2 g
dosis Antalgin = 400 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 2%


Metode Plantar Test
Mencit I
berat badan = 26 g
dosis akuades = 1% BB

Mencit II
berat badan = 23,7 g
dosis Morphin SO4 = 10 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,05%


Mencit III
berat badan = 21 g
dosis Morphin SO4 = 15 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 0,05%


Mencit IV
berat badan = 22 g
dosis Antalgin = 300 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 2%



Mencit V
berat badan = 19,5 g
dosis Antalgin = 400 mg/kgBB (i.p.)
konsentrasi = 2%


6.2. Data Percobaan


6.3. Grafik Percobaan


6.4. Pembahasan
Dalam percobaan “Analgetik” ini, dilakukan uji untuk mengetahui efek analgesia pada nila ambang sakit yang diakibatkan oleh senyawa kimia (asam asetat), plat panas dan infra merah serta didapatlah perbandingan efek analgetik antara antalgin dan morphin SO4 (analgesik SSP dan perifer).
Pada uji dengan metode kimia (penyuntikkan asam asetat sebagai stimulan nyeri), diperoleh hasil yang menujukkan bahwa efek analgetik dari morphin SO4 (analgetik opioid) lebih besar atau lebih kuat dibandingkan antalgin (analgetik non-opioid). Masing-masing mencit terlebih dulu disuntikkan akuades (kontrol), morphin SO4 dan antalgin dalam dosis yang berbeda. Setelah 30 menit diberikan suatu stimulan nyeri (asam asetat). Mencit yang disuntikkan akuades (kontrol) menunjukkan geliat yang lebih banyak dibandingkan mencit yang disuntikkan morphin SO4 dan antalgin. Hal ini dikarenakan mencit ini lebih merasakan sakit/nyeri akibat distimulasi oleh asam asetat tanpa bantuan analgetik untuk menghilangkan nyeri tesebut.
Sebaliknya mencit dengan morphin SO4 menunjukkan geliat yang lebih sedikit dibandingkan dengan antalgin dan akuadest. Hal ini terjadi karena efek analgetiknya sangat kuat, sehingga mampu menghilangkan rasa nyeri pada mencit yang diakibatkan asam asetat (stimulus rasa nyeri). Dan semakin tinggi dosisnya, semakin besarlah efek analgetiknya, sehingga lebih sedikit menunjukkan geliat.
Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Tan Hoan Tjay (2006). Morfin merupakan salah satu analgetik narkotik (opioid), berkhasiat sangat kuat. Lagi pula memiliki banyak jenis kerja pusat lainnya, antara lain sedatif dan hipnotis, menimbulkan euforia, menekan pernafasan dan menghilangkan refleks batuk, yang semuanya berdasarkan supresi susunan saraf pusat (SSP).
Morfin juga menimbulkan efek stimulasi SSP, misalnya miosis (penciutan pupil mata), eksitasi dan konvulsi. Daya stimulannya pada CTZ mengakibatkan mual dan muntah-muntah. Efek perifernya yang penting adalah obsitipasi, retensi kemih dan pelepasan histamin yang mengakibatkan vasodilatasi pembuluh kulit dan gatal-gatal (urticaria).
Namun pada metode plat panas dan plantar test, tidak didapatkan perbedaan yang nyata dari efek analgetik tersebut (morphin SO4 dan antalgin). Hal ini mungkin disebabkan kesalahan dalam melakukan test/uji. Pada metode plat panas, mencit dengan berat badan kecil sangat rentan merasakan panas yang diberikan sedangkan mencit yang berat badannya besar bertahan lebih lama terhadap panas tersebut, walaupun bukan diberikan analgetik kuat (morphin SO4). Pada metode plantar test, kesalahan terjadi pada saat memberikan rangsangan berupa infra merah. Dalam hal ini, terdapat kesulitan untuk mengkondisikan mencit agar tenang atau diam. Alat yang digunakan juga bisa menjadi sumber kesalahan. Karena untuk memperoleh data yang baik, sebaiknya diperoleh alat yang baik pula. Dimana alat plantar test yang baik sebaiknya dirawat dengan mengkalibrasi alat tersebut secara rutin.







VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan
 Efek analgetik tertinggi adalah morphin SO4 dibandingkan antalgin.
 Pada metode kimia digunakan asam asetat sebagai perusak dinding sel sehingga mediator nyeri dapat lepas, pada metode plat panas (waterbath) digunakan suhu untuk merangsang nyeri, sedangkan pada plantar test digunakan inframerah untuk mengasilkan nyeri.

7.2. Saran
 Disarankan menggunakan mencit dengan berat yang seragam, untuk mengurangi faktor biologis sehingga didapatkan data yang lebih akurat.
 Disarankan menggunakan hewan percobaan yang lebih besar dibandingkan mencit, untuk mempermudah pengamatannya (khususnya untuk metode plat panas dan plantar test)



























DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. (1996). Farmakologi Dasar. Yogyakarta :Gajah Mada University Press. Hal.187-189.
Anonima. (200b). Analgesic Antipyretic
http://www. analgesic-antipyretic.html
Anonimb. (2009). Antalgin
http://www.dechacare.com/Antalgin-P716.html
Ansel, Howard C. (2005). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi Keempat. Jakarta : UI Press. Hal. 120-130.
Carol and Richard Eustice. (2008). Analgesics
http://arthritis.about.com/od/analgesic/a/factsanalgesics.html
Katzumg, B.G. (1989). Farmakologi Dasar dan. Edisi kedua. Jakarta : Hipokrates. Hal. 25.
Mycek, M.J., R. A. Harvey dan P. C. Champe. (1997). Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi Kedua. Jakarta : Widya Medika. Hal. 135 dan 404-406.
Rodde, Ingeborg C. (1994). Farmakologi dan Terapi Pediatri, Editor Moh. Masyruf. Edisi II. Jakarta : Penerbit Hipokrates. Hal. 660-661.
Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-Obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi Keenam, Cetakan Pertama. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hal. 327-328, 351.

















LAMPIRAN
Gambar Alat dan Hewan Uji

Gambar 1. Mencit Gambar 2. Timbangan Elektrik












Gambar 3. Alat Suntik Gambar 4. Akuades, morphin SO4, antalgin, dan asam asetat















Gambar 5. Jam / Stopwatch Gambar 6. Plat Panas (waterbath) dan termometer









Gambar 7. Plantar Test

Tidak ada komentar:

Posting Komentar